The argument in favor of using filler text goes something like this: If you use real content in the Consulting Process, anytime you reach a review point you’ll end up reviewing and negotiating the content itself and not the design.
ConsultationSEJARAH SINGKAT KOTA TANJUNGPINANG
Sejak tahun 1983 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1983, Tanjungpinang berstatus sebagai kota administratif bagian dari Kabupaten Kepulauan Riau, Provinsi Riau. Bersama dengan Dumai yang telah lebih dulu menjadi kota administratif pada tahun 1979, Tanjungpinang merupakan kota administratif kedua di Provinsi Riau. Dasar pembentukan kota administratif di Indonesia ketika itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
Meski berstatus sebagai kota administratif, Tanjungpinang bukanlah sebuah kota otonom karena tidak memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kota administratif dipimpin oleh walikota administratif yang bertanggung jawab kepada bupati kabupaten Kepulauan Riau. Pada tahun 1999 pemerintah mengeluarkan undang-undang baru tentang pemerintahan daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang yang dikenal dengan undang-undang otonomi daerah itu lantas membagi wilayah pemerintahan daerah di Indonesia hanya dengan wilayah provinsi, dan wilayah kabupaten atau kota. Tidak ada lagi wilayah pemerintahan dengan status kotamadya, dan kota administratif.
Undang-undang otonomi daerah tersebut menyebabkan seluruh wilayah kotamadya dan kota administratif dapat ditingkatkan menjadi kota otonom, atau sebaliknya juga dapat dikembalikan kepada daerah kabupaten induknya. Kota Tanjungpinang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001 yang ditandatangani oleh Presiden RI Abdurrahman Wahid pada tanggal 21 Juni 2001, dan dicatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 85. Peresmian Kota Tanjungpinang oleh Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Hari Sabarno, dilaksanakan secara serentak bersama 11 kota lainnya pada tanggal 17 Oktober 2001 di Jakarta. Tanggal peresmian Kota Tanjungpinang inilah yang dijadikan sebagai momen peringatan ulang tahun Kota Tanjungpinang sebagai kota otonom.
Seminggu kemudian, atau tepatnya pada tanggal 23 Oktober 2001, Gubernur Riau H. Saleh Djasit, SH melantik Dra. Hj. Suryatati A Manan sebagai caretaker atau Penjabat Walikota Tanjungpinang di gedung yang kini menjadi kantor Dinas Perpustakaan Dan Arsip Kota Tanjungpinang. Pelantikan Dra. Hj. Suryatati A Manan yang saat itu menjabat sebgai walikota administratif, juga diamanahkan dan dibunyikan secara langsung dalam undang-undang pembentukan Kota Tanjungpinang.
Dilihat dari luas wilayahnya, Kota Tanjungpinang hanyalah sebuah kota kecil dengan luas wilayah sekitar 239, 5 kilometer persegi dan sebagiannya merupakan wilayah perairan laut. Namun dari segi jumlah penduduk, Kota Tanjungpinang masuk dalam kategori kota sedang dengan jumlah penduduk saat ini lebih dari 250 ribu jiwa. Dalam perkembangannya dewasa ini, Kota Tanjungpinang yang melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau ditetapkan sebagai daerah ibukota provinsi, Tanjungpinang telah menjadi tujuan kedatangan penduduk dari daerah di sekitarnya. Hal itu menjadikan Kota Tanjungpinang semakin memiliki potensi untuk berkembang lebih jauh, meski sekaligus juga menyimpan kerentanan terhadap permasalahan sosial yang pada umumnya terjadi pada daerah urban.
ASPEK GEOGRAFIS
LUAS WILAYAH
Luas wilayah Kota Tanjungpinang mencapai 239,50 km² dengan keadaan gegologis sebagian berbukit-bukit dan lembah yang landai sampai ke tepian laut/pantai. Luas daratan Kota Tanjungpinang sekitar 131,54 km² dan luas wilayah lautan sekitar 107,96 km². Dengan luas wilayah yang tak begitu luas, Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2014 menetapkan peraturan mengenai pengaturan kebijakan tata ruang wilayah Kota Tanjungpinang. Dengan tujuan penataan ruang untuk mewujudkan Kota Tanjungpinang sebagai pusat perdagangan dan jasa, pariwisata serta pusat pengembangan budaya Melayu dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Kebijakan penataan ruang wilayah Kota Tanjungpinang meliputi :
1. Peningkatan pelayanan pusat-pusat kegiatan yang fungsional, berhirarki dan terintegrasi.
2. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan transportasi, sumber daya air, mineral, telekomunikasi, dan prasarana wilayah yang terpadu dan merata di seluruh wilayah Kota Tanjungpinang dengan tanpa mengakibatkan alih fungsi lahan utama pertanian dan kawasan lindung.
3. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
4. Perwujudan dan peninkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya.
5. Pengembangan kawasan ekonomi yang prispektif dan menarik di dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB) dan diluar KPBPB.
6. Pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar sesuai fungsi dan tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
7. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
WILAYAH ADMINISTRASI
DEMOGRAFI
Jumlah penduduk dapat dikatakan sebagai aset penting dalam menggerakkan roda pembangunan suatu daerah. Dari tahun ke tahun, jumlah penduduk kota Tanjungpinang mengalami laju pertambahan yang berarti. Menurut data Disdukcapil Kota Tanjungpinang, pada tahun 2014 jumlah penduduk Kota Tanjungpinang tercatat sebesar 243.686 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan mencapai 4,39 %.
Dari kepadatan penduduk setiap kecamatan terlihat bahwa penduduk terpadat berada di Kecamatan Tanjungpinang Barat, dengan jumlah penduduk sebanyak 61.493 jiwa dan luas wilayah 34,5 km². Hal ini dapat diartikan bahwa di setiap km² wilayah Kecamatan Tanjungpinang Barat terdapat penduduk sebanyak 1.782 jiwa. Selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Tanjungpinang Timur, dengan 975 jiwa/km² dan Kecamatan Bukit Bestari serta Kecamatan Tanjungpinang Kota masing‐masing dengan 925 jiwa/km² dan 450 jiwa/km².
SOSIAL DAN BUDAYA
KLIMATOLOGI